Rabu, 18 September 2013

Agama


Islam dan Ajaran Toleransi
Islam dan Ajaran Toleransi adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada situasi saat ini ketika islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran, diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, sebaliknya Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga jauh dari perdamaian kasih sayang dan persatuan.
Memang tidak dapat dipungkiri kesimpulan keliru oleh para pengkritik Islam tersebut terbentuk dari fakta-fakta sebagian kecil umat Islam yang melakukan tindakan yang mengatasnamakan jihad Islam yang tidak tepat. Tetapi meski demikian kita akui juga bahwa kekuasaan yang sewenang-wenang yang diterapkan oleh negara-negara adidaya terhadap negara-negara miskin dan negara berkembang serta standar ganda yang mereka terapkan ketika terjadi kesepakatan antara mereka dengan negara-negara berkembang yang juga termasuk negara-negara Islam- adalah penyebab alami reaksi kekerasan yang timbul. Tentu saja ini bukanlah cara-cara Islam dan benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam.

Islam adalah agama yang mengajarkan untuk menghormati para utusan Allah, meyakini bahwa mereka adalah para utusan Allah yang benar yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran yang benar sesuai dengan situasi pada masing-masing zaman. Dari hal ini bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa agama seperti ini tidak mengajarkan toleransi terhadap agama lain? Bagaimana bisa dikatakan agama Islam tidak mengajarkan persatuan dan kerukunan dengan agama lain? Bagaimana bisa agama Islam mengajarkan kebiasaan intoleransi agama dan menganjurkan hidup dengan orang lain tanpa cinta dan kasih sayang? Tidak mungkin. Menyatakan bahwa dalam agama Islam tidak ada nilai-nilai kesabaran dan kebebasan berpendapat atau berbicara adalah suatu tuduhan yang tidak berdasar.
Makna Toleransi Dalam Islam
Makna toleransi yang sebenarnya bukanlah mencampuradukkan keimanan dan ritual Islam dengan agama non Islam, tapi menghargai eksistensi agama orang lain. Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.
Kata toleransi sebenarnya bukanlah bahasa “asli” Indonesia, tetapi serapan dari bahasa Inggris “tolerance”, yang definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata toleransi/toleran. Menurut Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, toleransi adalah quality of tolerating opinions, beliefs, customs, behaviors, etc, different from one’s own.
Adapun dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan dari kata toleransi adalah سماحة atau تسامح. Kata ini pada dasarnya berarti al-jûd (kemuliaan). atau sa’at al-shadr (lapang dada) dan tasâhul (ramah, suka memaafkan). Makna ini selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia.
Di dalam Islam, juga dikenal istilah toleransi. Toleransi (tasamuh) di dalam Islam hanya berkenaan dengan masalah–masalah duniawiyyah/masalah kemasyarakatan di dunia saja. Sedangkan dalam masalah i’tiqad/aqidah Islamiyyah juga dalam masalah syari’ah tidak diketemukan toleransi di dalamnya.
Konsep Toleransi Dalam Islam
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Makna Islam sendiri mengandung makna antidote dari kekejaman, disharmonisasi dan intoleransi. Salah satu artinya adalah damai, penyerahan diri dan ketataatan, dan juga berarti menciptakan kerukunan dan perdamaian. Salah satu makna lainnya adalah menghindari orang yang menyakiti, arti lainnya adalah hidup bersama secara harmonis.

Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan.

Tujuan dari penjelasan tentang kata Islam yang diberikan oleh Allah taala pada agama Islam ini adalah karena seluruh ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah saw penuh dengan cinta, Toleransi, kesabaran, dan kebebasan hati nurani dan berbicara dan hak untuk mengungkapkan pendapat.
 Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya, ““dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”  

            Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah umatmu semua (wahai para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku olehmu sekalian. Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-masing. Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang benar dari yang bathil”.

            Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menegaskan lagi, yang artinya: “Katakan olehmu (ya Muhamad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimatun sawā atau common values) antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!”  Ayat ini mengajak umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati. Ayat ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung tinggi tawhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’.

            Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la  dengan amat menarik mengemukakan, “Al-khalqu kulluhum ‘iyālullāhi fa ahabbuhum ilahi anfa’uhum li’iyālihi” (“Semu makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).

            Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu man fil ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula mereka yang di lanit kepadamu).  Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan semua keburukan.

            Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah.  Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

            Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan  dalam Syu’ab al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.

            Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menajdi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.

            Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini. Dalam hal ini, al-Qur’an menyatakan yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah agama menurut cara (Allah); yang alamiah sesuai dengan pola pemberian (fitrah) Allah, atas dasar mana Dia menciptakan manusia…”

            Mufassir Baidhawi terhadap ayat di atas menegaskan bahwa kalimat itu merujuk pada perjanjian yang disepakati Adam dan keturunanya. Perjanjian ini dibuat dalam suatu keadaan, yang dianggap seluruh kaum Muslim sebagai suatu yang sentral dalam sejarah moral umat manusia, karena semua benih umat manusia berasal dari sulbi anak-anak Adam. Penegasannya sangat relevan jika dikaitkan dengan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi ditanya: “Agama yang manakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab “agama asal mula yang toleran (al-hanîfiyyatus samhah). Lalu, apa itu as-samahah (toleransi)? Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu antara lain:
  1. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
  2. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
  3. Kelemah lembutan karena kemudahan
  4. Muka yang ceria karena kegembiraan
  5. Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
  6. Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
  7. Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
  8. Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa keberatan.
            Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik itu merupakan Inti Islam, Seutama iman, dan  Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq). Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda. Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya : 'Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki'. Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?. Jawabnya : 'Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan : Siapa lagi setelah itu? Jawabnya : 'Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

            Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi. Baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).
Standar Toleransi Islam

Contoh lain yang sangat baik tentang toleransi, AlQuran Suci menjelaskan bahwa bagaimanapun keadaannya, Anda tidak boleh meninggalkan toleransi. Terlepas dari kekejaman yang ditimbulkan pada kalian, kalian jangan bertindak selain dengan keadilan dan tidak membalas dendam dengan cara yang sama kejamnya. Jika kalian melakukannya, maka kalian adalah sesat, kata lain untuk sebutan keislaman kalian menjadi tidak berarti. AlQuran Suci menyatakan:

”...janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.” (Q.S 5: 9)

            Ini adalah standar toleransi dan keadilan dalam Islam. Islam menganjurkan untuk tidak menanggapi tuduhan rendah dan hina dari lawan,  karena dengan melakukan itu maka akan membuat kita sendiri menjadi kejam. Sebaliknya memaafkan adalah tindakan yang lebih baik dan kalaupun diharuskan untuk membalas maka kita balas dengan catatan tidak melebihi luka yang telah ditimbulkan kepada kita.

'Tidak boleh ada paksaan dalam agama.” ( Q.S 2: 257 )

Perintah ini diturunkan di Madinah. Pada saat itu mayoritas penduduk Madinah telah menjadi Muslim, sebagian lagi adalah orang-orang yang tidak tertarik pada agama dan mereka bergabung dengan kaum Muslim seperti burung-burung pada kawanan yang sama. Bila dilihat dari sudut pandang ini, penduduk Muslim mewakili mayoritas. Di sisi lain orang-orang Yahudi yang berkuasa sebelum kedatangan Rasulullah ke madinah sekarang mereka telah berkurang dan menjadi minoritas. Sebagai konsekuensinya, dengan menjadi Kepala Negara, pemerintahan Rasulullah (saw) telah terbentuk dengan kuat. Meskipun demikian perintah tersebut menyatakan bahwa "Kalian tidak akan menggunakan paksaan dalam agama, juga tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang-orang lemah walaupun mereka bukan Islam yang telah bergabung dengan kalian sebagai kawan dan saudaramu, atau tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang Yahudi yang hidup di bawah wilayah kalian. ’

Sebuah contoh luar biasa tentang toleransi dan pengampunan adalah seperti yang diperlihatkan oleh Rasulullah saw :

 Suatu ketika Rasulullah saw membeli unta dari seorang Badui yang ditukar dengan sekitar 90 kilo kurma kering. Ketika Rasulullah saw sampai dirumah, ia menemukan bahwa semua kurma telah hilang. Dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan, beliau mendatangi orang Badui tersebut dan berterus terang padanya, Wahai hamba Allah! Saya telah membeli unta dengan ditukar dengan kurma kering dan saya merasa bahwa saya memiliki banyak kurma tetapi ketika saya sampai dirumah, saya menemukan bahwa saya tidak memiliki kurma yang banyak. Orang Badui itu berkata: Dasar penipu! Orang-orang mulai memberitahu Badui untuk berhenti berbicara seperti itu terhadap Rasulullah saw, tetapi Rasulullah saw bersabda: Biarkan dia.

Ajaran Islam Tentang Toleransi Sejalan dengan UUD 1945
Di Indonesia, ajaran Islam tentang toleransi sejalan dengan apa yang ada dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Pasal tersebut berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Pada pasal tersebut dijelaskan, tidak boleh ada paksaan dari mana pun terhadap keyakinan seseorang, karena hal itu termasuk hak asasi yang perlu dilindungi. Sementara itu, kata Hasan, toleransi dalam Islam telah dipraktekkan ketika Rasulullah Saw tinggal di Madinah. “Meskipun saat itu beliau adalah seorang pemimpin, namun beliau tetap menghormati umat lain,”
Dapat dilihat ketika Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian yang dikenal dengan istilah Piagam Madinah. Di dalam Piagam Madinah secara ekspelisit tertulis beberapa golongan dan berbagai suku. Rasulullah SAW tampaknya mempunyai pengetahuan yang luas tentang keadaan politik kelompok-kelompok secara terpisah, maka tidak ada persatuan diantara mereka dan mereka tidak mempunyai pemerintahan yang membawahi berbagai kelompok itu.
Di dalam Piagam Madinah terdapat kalimat-kalimat yang mengandung makna dan mengarah kepada kesatuan dan persatuan. Pada Pasal 1 dinyatakan, “Mereka satu umat, berbeda dengan yang lain”, Pasal 15 menyatakan, perlindungan Allah hanyalah satu, Pasal 16 menentukan “Orang Yahudi yang mengikuti kita, berhak atas pertolongan dan bantuan”, Pasal 24 menyatakan “Kaum Yahudi memikul biaya bersama kaum mukminin selama dalam peperangan”, Pasal 25 menyatakan “Yahudi Bani ‘Auf satu umat bersama kaum mukminin”.
Dalam rangka upaya melakukan konvergensi sosial, Rasulullah SAW melakukan langkah-langkah sebagai berikut; Pertama, membangun masjid sebagai tempat ibadah dan pertemuan kaum muslimin. Kedua, mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshor. Ketiga, meletakkan dasar-dasar tatanan masyarakat baru yang mengikut sertakan semua penduduk Madinah yang terdiri berbagai kelompok, termasuk Yahudi. “Pada bulan-bulan pertama menetap di Madinah, beliau sibuk mengatur berbagai urusan menyanggut komunitas Muslimin, agama dan urusan sekuler,”.

Dalil – Dalil Tentang Toleransi :
Dalil yang Pertama
بسم الله الرحمن الرحيم

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3)
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Dari  asbabunnuzul tersebut bahwa surat Al-Kafirun diturunkan untuk menanggapi bujuk rayu para dedengkot kafir Quraisy diantaranya : Haris bin Qois Assahmy, Al-'Ashi bin Wa-il,  Al-Walid bin Al-Mughirah, Al-Aswad  bin Abdu Yaguts, Al-Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf yang menemui Rasulullah saw dan berkata: "Wahai Muhammad! Mari kita bersama - sama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami." Lalu para kafir itu pun menjanjikan beberapa imbalan seperti harta yang berlimpah, sehingga akan membuat Rasulullah SAW menjadi lelaki yang terkaya di kota Makkah, juga mereka (kafir Quraisy) akan menikahkannya dengan wanita – wanita yang cantik. Lalu mereka berkata :
“Semuanya itu adalah untukmu, hai Muhammad, asal kamu cegah dirimu dari mencaci maki tuhan-tuhan kami dan jangan pula kamu menyebut-nyebutnya dengan sebutan yang buruk. Jika kamu tidak mau, maka sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami akan mengikuti pula agamamu selama setahun.”
Tapi, apa jawab orang yang Allah telah pilih menjadi kekasih-Nya itu, “"Tunggulah sampai ada wahyu yang turun kepadaku dari Robbku." Lalu seketika itu, Allah Jalla JalalluHu menurunkan firman-Nya :
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
 (Al Kaafiruun : 1-6)
Lalu Allah menurunkan firman-Nya lagi,
Katakanlah: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?" (Az Zumar : 64)
Setelah mendengar keterangan itu, lalu pergilah mereka dengan tangan hampa dan dalam keadaan yang hina.
Jadi sangatlah jelas bahwa Allah ‘Azza wa Jalla melarang Rasul-Nya untuk bertoleransi dalam masalah aqidah dan syari’ah kepada orang kafir bahkan di ayat itu juga, secara tidak langsung Allah melalui Nabi-Nya menyuruh ummatnya agar menyebut mereka (yang bukan Islam) dengan sebutan Kafir (orang yang ingkar kepada Allah). Tidak pernah Allah menyebut mereka ataupun orang semacam mereka dengan sebutan “Yaa Ayyuha Ghoirul Muslimuun (Wahai, orang–orang non-Islam)”, tapi Allah menyebut mereka dengan sebutan “Yaa Ayyuhal Kaafiruun (Wahai, orang–orang kafir). Meskipun agak terdengar kasar (bagi orang Indonesia) tetapi itulah sebutan langsung dari Allah ‘Azza wa Jalla untuk mereka, dan kita wajib mengikutinya. Tidak oleh membantahnya. Hal itu semata–mata hanya untuk menyatakan bahwa Islam tidak bisa bertoleransi dalam hal aqidah.
Dan ayat ‘Lakum Diinukum WaLiyadiin’ BUKANLAH ayat toleransi, melainkan ayat PENEGASAN untuk TIDAK mengikuti apa–apa yang orang kafir suruh kepada kita ummat Islam. Disinilah banyak yang salah kaprah.


Dalil yang Kedua
عَن اَبِي هُرَيرَة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خَمْسٌ مِنْ حَقِ اْلمُسْلِم عَلى اْلمُسْلِمْ رَدُ التَحِيَةِ وَاِجَابَةُ الدَعْوَةِ وَشُهُودُ الجَنَازَةِ وَعِيَادَةِ المَرِيضِ وَتَشْمِيَتُ الغَاظِسِ اِدَا حَمِدَاللهُ .
Dari Abu Hurairah ra.berkata, Rasulullah Saw bersabda: Ada lima kewajiban orang islam terhadap orang islam lainnya, yaitu membalas salam, memenuhi undangan, melayat jenazah, menengok orang sakit, dan berdoa bagi orang yang bersin yang memuji Allah ( membaca Hamdallah ). ( H.R. Ibnu Majah )
Dalam hadis di atas Rasullah Saw memberi pelajaran kepada orang-orang islam tentang kewajiban dan haknya dalam pergaulan sehari-hari. Hak dan kewajiban itu antara lain:
1)      Kewajiban membalas salam
Apabila ada orang islam yang memberi salam atau mengucapkan salam, yaitu “assalamu’alaikum” maka orang islam lainnya berkewajiban membalas atau menjawab salam itu. Memberi salam adalah sunah.
2)      Kewajiban memenuhi Undangan
Orang islam apabila diundang oleh orang islam lainnya, wajib memenuhi atau menghadirinya, terutama adalah undangan pernikahan atau walimatul ursy.
3)      Kewajiban Melayat orang islam yang meninggal
Apabila ada orang islam yang meninggal dunia, maka orang islam lainnya berkewajiban melayatnya. Hukumnya adalah wajib kifayah.
4)      Kewajiban mendoakan orang islam yang bersin yang memuji Allah
Apabila ada oarng islam bersin lalu ia mengucapkan “alhamdulilah” maka orang islam yang mendengarkannya berkewajiban mendoakannya dengan mengucapkan doa” Yarhakumullah”.
Perintah yang di pesankan dalam hadis tersebut tampak sangat manusiawi dan sesuai dengan hukum sosial. Sebagaimana diakui dalam sosialogi bahwa pada kehidupan masyarakat apapun dan dimana pun beradanya sangat memerlukan adanya perilaku yang seimbang diantara anggotanya.
            Oleh karena itu apa yang di anjurkan hadis tersebut merupakan tata aturan/hukum sosial kemasyarakatan yang sangat indah dan manusiawi. Lebih dari itu etika sosial tadi hukumnya bukan hanya mengandung nilai-nilai budaya luhur, tetapi juga mengandung nilai peribadatan, karena dalam praktiknya banyak mengandung doa guna membesarkan hati, menggembirakan, menentramkan, menghibur orang yang bersangkutan.

Dalil yang Ketiga
مَثَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِهِمْ وَتَرَاحِمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ اْلجَسَدِ اِدَااسْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرِ اْلجَسَدِ بِالسَهَرِ وَاْلحُمَى رواه البخارى والمسلم .
Perumpamaan sesama orang-orang mukmin dalam mencinta, menyayangi, dan merasakan lemah lembut seperti satu tubuh manusia, Jika diantara satu anggotanya merasa sakit maka seluruh tubuh akan merasakan gelisah dan sakit panas.(HR.Bukhori dan Muslim)
            Hadis ini menerangkan tentang etika atau tata pergaulan sosial kemasyarakatan sesama muslim. Dalam hadis ini Rasullalah memberi pelajaran bagaimana hubungan sosial orang-orang islam dengan orang islam lainnya. Cinta kasih sayang dan kemesraan hubungan orang0orang muslim dengan muslim lainnya itu digambarkan oleh Rasulallah SAW ibarat satu tubuh. Dalam hadis ini juga menjelaskan tentang pentingnya solideritas dalam kehidupan antara umat islam.

2 komentar:

  1. Merkur Merkur Review | Online Casino Software - Deccasino
    Merkur 카지노사이트 online casino software company Merkur 메리트 카지노 The Merkur Merkur safety razor is also known as a kadangpintar “shaving razor” because it

    BalasHapus
  2. casino games: casino games Archives - drmcd
    Casino 하남 출장마사지 games: casino games 통영 출장안마 Archives: casino games Archives · Casino · The Best Casino Games · The Best Slots. All 문경 출장안마 the Best Casino 익산 출장샵 Games Online · 강릉 출장마사지 What is the best casino online?

    BalasHapus